Lombok Timur, 9 September 2023–Kuatkan pemahaman karya sastra dengan setting budaya Sasak-Lombok, dosen Bastrindo FKIP Unram lakukan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat di Lombok Timur. Kegiatan ini dilaksanakan pada sabtu (9/9) dan melibatkan guru-guru MGMP Bahasa Indonesia tingkat SMA yang ada di Lombok Timur.

Dipimpin oleh Dr. Saharudin, tim pengabdian tersebut beranggotakan Dr. Aswandikari, Muh. Syahrul Qodri, M.A., Syaiful Musaddat, M.Pd., dan Wika Wahyuni, M.Pd. Kegiatan pengabdian berjalan lancar dilihat dari jumlah peserta, keaktifan peserta, tersampaikannya seluruh materi sesuai dengan rencana, sampai pahamnya peserta (guru) terhadap posisi strategis pembelajaran sastra sengan setting budaya lokal.

Dilaksanakan secara tatap muka (luring), kegiatan ini bertempat di aula Madrasah Aliyah Mu’allimin NWDI Pancor Lombok Timur, Jalan TGKHM. Zainuddin Abdul Madjid No. 39 Pancor, Kecamatan Selong, Kabupaten Lombok Timur. Acara Pengabdian tersebut berlangsung mulai pukul 10.00 sampai dengan pukul 16.00 Wita (6 JP).

Sebanyak 28 guru Bahasa Indonesia tingkat SMA di kabupaten Lombok Timur menghadiri acara tersebut. 28 guru tersebut berasal dari 14 sekolah menengah atas di kabupaten Lombok Timur.

Tahapan pelaksanaan kegiatan diawali dengan penyampaian materi oleh dua pemateri yang merupakan bagian dari tim pengabdian. Pemateri pertama (Moh. Syahrul Qodri, M.A) menyampaikan beberapa konsep tentang karya sastra dan budaya serta gambaran budaya Sasak-Lombok. Misalnya, karya sastra menurut teori formalis, teori fenomenologis, dan teori humanis.

Pameteri kedua (Dr. Saharudin, M.A.) kemudian mengeksplorasi karya sastra dengan setting budaya Sasak-Lombok dengan mengambil studi kasus pada novel Sanggarguri. Di tengah-tengah presentasi pamateri kedua, dilakukan apersepsi tentang karya-karya sastra dengan setting budaya lokal. Lalu ditampilkan pula bagaimana cara melakukan pembelajaran sastra dengan setting budaya lokal dengan pendekatan etnografi, khususnya terkait analisis taksonomi (yang telah dimodifikasi untuk keperluan pembelajaran di level SMA). Ini dimaksudkan agar para guru Bahasa Indonesia memahami bagaimana karya Sastra seperti novel dibelajarkan untuk anak SMA dengan membongkar pengetahuan lokal yang ada dalam sebuah karya sastra.

Pamateri ketiga (Wika Wahyuni, M.Pd.) mempresentasikan cara menganalisis karya sastra ber-setting budaya lokal. Pemateri memulai sajiannya mengenai sistematika teori makna linguistik. Menurut teori ini, gejala sosial budaya akan dapat dipahami dengan baik dan dijelaskan dengan tuntas. Dalam konteks ini, penyaji menyampaikan kertas kerja yang bisa membantu peserta untuk mempraktikkan teori yang sudah dipaparkan.

Selanjutnya, para peserta diajak berdiskusi dan bertanya-jawab mengenai materi maupun permasalahan yang dihadapi selama menjalankan pembalajaran Bahasa Indonesia di SMA tanpa menggunakan karya sastra ber-setting lokal sebagai salah satu sumber belajar. Pada akhirnya, kegiatan ditutup dengan melakukan refleksi, penyimpulan, dan perumusan rekomendasi kegiatan secara bersama.

Sebagai penutup kegiatan, para narasumber dan peserta merumuskan rekomendasi untuk ditindaklanjuti. Rekomendasi yang dimaksud adalah sebagai berikut. Pertama, narasumber dan peserta bersepakat menjadikan kegiatan penyuluhan semacam ini menjadi kegiatan yang berkelanjutan. Kedua, narasumber dan peserta merekomendasikan materi-materi yang terkait hasil-hasil kajian tentang karya sastra yang berlatar budaya lokal Sasak-Lombok, terutama yang sudah terpublikasi di jurnal-jurnal agar dikumpulkan menjadi satu kumpulan materi sebagai sumber belajar di tingkat SMA. Ketiga, rekomendasi kepada pihak sekolah agar menyusun regulasi terkait adanya keharusan memanfaatkan karya sastra berlatar budaya lokal sebagai bahan ajar pada mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA.