Mataram, 12 November 2024—Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Bastrindo) FKIP Unram adakan kuliah umum di ruang gedung A 303. Dr. Dede Abdurrokhman, M.Pd., selaku dosen tamu dari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Singaperbangsa Karawang mengisi materi seputar kemampuan berbicara di depan umum. Ada sekitar tiga puluhan mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Mataram yang mengikuti perkuliahan ini. Kuliah berjalan dalam situasi yang tenang dan kondusif. Ada pun topik kuliah umum kali ini menyangkut Kemampuan Berbicara di depan umum.
Sebelum menjelaskan bagaimana berbicara di depan umum, dosen tamu menjelaskan gambaran umum seputar keterampilan berbahasa. Ada empat kemampuan berbahasa, yaitu: 1) menyimak; 2) berbicara; 3) membaca; 4) menulis. Urusan kemampuan berbicara di depan umum tentu erat kaitannya dengan kemampuan berbicara. Untuk itu dosen tamu menjelaskan seputar kemampuan berbicara.
Tidak semua orang punya kemampuan berbicara yang baik. Kemampuan berbicara butuh dilatih. Meski begitu, ada beberapa orang yang memang punya bakat berbicara. Salah satunya adalah presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Presiden pertama kita ini dikenal sebagai ahli berpidato. Beliau bisa berpidato tanpa perlu banyak melakukan persiapan. Mengutip apa yang dikatakan Dr. Dede, “Orang yang bisa berpidato tanpa perlu kesiapan, biasanya sudah punya kemampuan berbicara yang baik.”
Dosen tamu kemudian menjelaskan bagaimana cara menjadi pembicara yang baik kepada mahasiswa. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan terkait menjadi pembicara yang baik: 1) sikap pembicara; 2) struktur; 3) bahasa. Sikap pembicara harus wajar, tidak kaku, tidak angkuh, tidak pesimis, ekspresi wajah harus sesuai situasi, kontak dengan audiens, dan memperhatikan etika dan sopan santu. Terkait struktur pembicaraan melihat pendahuluan, inti pembicaraan, dan penutup. Ada pun terkait bahasa meliputi bahasa yang baik dan benar, intonasi, kecepatan berbicara, pilihan kata, dan tata kalimat.
Dr. Dede juga menjelaskan terkait bagaimana membangun diskusi yang partisipatif. Hal terpenting dalam diskusi adalah, pembicaraan harus berlangsung dua arah. Tidak boleh ada satu orang yang mendominasi jalannya diskusi. Diperlukan moderator/fasilitator yang bisa memfasilitasi jalannya diskusi. Untuk itu Dr. Dede mempraktikkan bagaimana seorang moderator/fasilitator dalam memimpin diskusi memberikan ruang buat para mahasiswa bertanya seputar hal yang menggelisahkan mereka berkaitan dengan materi yang telah disampaikannya. Beberapa mahasiswa melontarkan pertanyaan dengan gairah dan pemateri menjelaskan dengan tidak kalah bergairahnya. (ali)