
Prof. Dr. Imam Bachtiar, Guru Besar dari Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mataram, menjadi keynote speaker dalam ajang The 2nd International Conference on Sustainable Science, Technology, and Education yang diselenggarakan pada tanggal 16 Oktober 2025. Dalam pemaparannya yang berjudul “Questioning the Sustainability of Nature-Based Tourism in Lombok Island, Indonesia,” Prof. Imam mengulas secara mendalam dinamika keberlanjutan pariwisata berbasis alam di Pulau Lombok.
Pulau Lombok, yang tahun lalu dinobatkan sebagai salah satu dari sepuluh pulau terbaik di Asia oleh berbagai media pariwisata internasional, kini menjadi sorotan karena keindahan alamnya yang khas dan beragam. Berbeda dengan Bali yang sudah lama dikenal sebagai destinasi utama dunia, Lombok menawarkan identitas unik melalui kekayaan geologis, keanekaragaman hayati, serta pengalaman wisata berbasis alam yang autentik.
Dalam paparannya, Prof. Imam menjelaskan bahwa pariwisata Lombok mulai berkembang pada awal tahun 1980-an, jauh setelah Bali menjadi pusat wisata dunia. Perkembangan pesat terjadi pada pertengahan 1990-an, namun sempat mengalami kemunduran akibat krisis ekonomi global dan konflik sosial pada tahun 2000. Kebangkitan kembali terjadi pada tahun 2010, tetapi harus menghadapi tantangan baru antara 2018 hingga 2022 akibat bencana gempa bumi besar dan pandemi COVID-19.
Penelitian yang dipresentasikan Prof. Imam menyoroti tiga destinasi utama pariwisata berbasis alam di Lombok, yaitu Taman Wisata Alam Laut Gili Matra, Taman Nasional Gunung Rinjani, dan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika. Ketiganya menjadi representasi penting untuk menilai keberlanjutan pariwisata di wilayah ini.

Hasil analisis menunjukkan bahwa Taman Wisata Alam Laut Gili Matra merupakan kawasan yang paling ramai dikunjungi dan paling maju secara infrastruktur pariwisata. Kawasan ini memberikan dampak ekonomi yang kuat dan menunjukkan adaptasi sosial budaya yang baik, namun masih memiliki tingkat keberlanjutan lingkungan yang rendah. Sebaliknya, Taman Nasional Gunung Rinjani menunjukkan keseimbangan antara keberlanjutan sosial budaya dan lingkungan, meskipun dengan dampak ekonomi yang sedang. Sementara itu, Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika yang baru berkembang pesat dalam satu dekade terakhir masih menghadapi tantangan serius, terutama terkait dampak ekologis terhadap keberadaan cacing nyale yang ikonik, meskipun mulai memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat lokal.
Melalui presentasi ini, Prof. Imam Bachtiar menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pengelolaan pariwisata berbasis alam, yang tidak hanya berfokus pada keuntungan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan sosial budaya masyarakat setempat.
“Keberlanjutan sejati hanya dapat dicapai ketika seluruh aspek—ekonomi, sosial, dan lingkungan—berjalan seimbang dan saling mendukung,” tegasnya dalam sesi diskusi.

Kehadiran Prof. Imam sebagai pembicara utama dalam konferensi internasional ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Universitas Mataram dan menunjukkan kontribusi nyata akademisi Indonesia dalam wacana global tentang pembangunan berkelanjutan, khususnya di sektor pariwisata berbasis alam.


