Lombok Tengah, 6 September 2025 โ€” Tim dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Mataram kembali melanjutkan rangkaian penelitian etnomatematika sebagai bagian dari roadmap riset unggulan prodi. Setelah sebelumnya mengeksplorasi nilai-nilai matematis dalam wariga di Desa Adat Senaru, Lombok Utara, kali ini penelitian diarahkan ke Desa Adat Sade, Kabupaten Lombok Tengah, pada Sabtu, 6 September 2025. Penelitian ini menyoroti bagaimana matematika hadir secara alami dalam keseharian masyarakat Sasak, baik dalam arsitektur, kesenian, teknologi, maupun sistem sosial-budaya.

Desa Sade yang telah dikenal luas sebagai destinasi wisata budaya menyimpan berbagai kearifan lokal yang sarat dengan konsep matematis. Dari sisi arsitektur bangunan, tim mencatat keteraturan bentuk geometri, simetri, serta proporsi pada masjid, rumah adat, berugak, hingga bale tani atau lumbung. Bentuk atap yang khas, susunan tiang, hingga tata ruang rumah adat bukan sekadar estetika, melainkan juga mencerminkan prinsip-prinsip perhitungan dan keseimbangan yang diwariskan turun-temurun.

Tak hanya pada bangunan, aspek sistem pengetahuan dan teknologi tradisional juga diteliti. Masyarakat Sade memiliki pola berpikir logis dalam mengatur tata kehidupan, misalnya dalam pembagian ruang, pemanfaatan sumber daya alam, serta sistem bercocok tanam. Hal-hal tersebut menyimpan praktik matematis implisit yang bisa dikaji lebih jauh sebagai bahan pembelajaran kontekstual.

Di bidang kesenian, tim menyoroti aktivitas menenun sebagai bentuk paling nyata integrasi matematika dan budaya. Prosesnya dimulai dari pembuatan pola, pemilihan warna, penghitungan jumlah benang, hingga penganyaman menjadi kain tenun. Setiap tahapan mengandung konsep matematika seperti perbandingan, pola berulang, simetri, bahkan transformasi geometri. Selain itu, seni musik tradisional dan atraksi budaya seperti presean juga dianalisis dari segi pola ritme, pengulangan, dan struktur logisnya.

Penelitian ini juga menyentuh aspek bahasa dan sistem kemasyarakatan. Bahasa tradisional Sasak yang digunakan dalam percakapan sehari-hari memiliki struktur yang teratur, sementara pola gotong royong dan sistem sosial masyarakat Sade memperlihatkan keteraturan logis dalam membangun harmoni bersama. Semua ini memperkuat pandangan bahwa matematika tidak hanya berada dalam ranah simbol di ruang kelas, tetapi juga melekat dalam praktik kehidupan sehari-hari.

Dengan mengkaji warisan budaya seperti wariga di Senaru dan tradisi masyarakat Sade, tim dosen Prodi Pendidikan Matematika FKIP UNRAM berupaya menghadirkan pembelajaran matematika berbasis budaya lokal yang lebih kontekstual. Tujuan akhirnya adalah agar mahasiswa maupun siswa dapat memahami bahwa matematika bukan ilmu yang terpisah dari kehidupan, melainkan ilmu yang hidup, membumi, dan berakar kuat dalam kearifan lokal masyarakat.

Penelitian etnomatematika ini diharapkan menjadi pijakan penting bagi prodi dalam mengembangkan kurikulum inovatif, menghasilkan publikasi ilmiah bereputasi, sekaligus memberikan kontribusi nyata bagi pelestarian budaya Sasak. Dengan demikian, sinergi antara budaya dan sains dapat terus diperkuat untuk melahirkan generasi pendidik matematika yang kreatif, adaptif, dan berkarakter.

Berita lainnya