FKIP Universitas Mataram – Kampus Merdeka merupakan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang bertujuan mendorong mahasiswa untuk menguasai berbagai keilmuan guna mengembangkan kreativitas dan kemampuan dalam pencapaian dunia kerja.
Mewujudkan itu, maka Prodi Pendidikan Sosiologi UNRAM mengadakan Kuliah Umum dengan mengundang Ahli Sosiologi Amika Wardana, S.Sos.,M.A.,Ph.D untuk memaparkan bagaimana multicultural dan kearifan lokal dalam mewujudkan merdeka belajar multikulturalisme di Indonesia. Kegiatan ini diselenggarakan pada Rabu pagi (15/2/2023).
Ahli sosiologi dari UNY tersebut membuka pemaparannya mengenai keragaman agama, suku dan budaya di Indonesia bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat heterogen yang tidak hanya terdiri dari ras, etnis atau budaya, agama, kelas sosial berbeda namun tidak bercampur dan terpisah berdasarkan lapisan batasan yang ada. Hal ini tidak jarang memicu adanya diskriminasi, kesenjangan sosial dan konflik sosial yang luas.
“Beliau menyinggung beberapa kasus konflik kekerasan, pembunuhan dan pembantaian telah banyak terjadi seperti di Sampit dan Poso yang menimbulkan banyak korban jiwa, bullying, intoleransi agama, ujaran kebencian serta kasus klitih yang marak terjadi baru-baru ini di Yogyakarta hingga kekerasan terhadap kulit hitam yang terjadi di Amerika Serikat. Ini terjadi karena adanya ketimpangan sosial yang tinggi, kesulitan mendapatkan pekerjaan, serta pembangunan yang tidak merata” Ujar lulusan Inggris tersebut.
Untuk itu, Ahli sosiologi dari UNY tersebut berpesan setiap individu memiliki kesempatan yang sama guna memaksimalkan potensinya dengan menerima dan menghargai perbedaan fisik, etnis serta agama dengan meningkatkan solidaritas sosial guna membiasakan melihat perbedaan sebagai hal yang normal dan berperan aktif dalam pemerataan pendidikan sebagai tindakan nyata untuk menghindari perselisihan serta memperkuat persatuan agar terwujudnya merdeka belajar yang berkompeten.
Lebih lanjut ditambahkan oleh Ahli Sosiologi Unram Dr. Hamidsyukrie ZM, M.Hum menekankan perlunya kepekaan terdahap realitas keragaman kultural yang mencakup keberagaman tradisional dan keberagaman bentuk-bentuk kehidupan atau subcultural. Untuk itu beliau menekankan agar selalu menjunjung tinggi toleransi untuk menghargai sesama dan menerima segala perbedaan yang ada demi terciptanya keharmonisan. (Risma)